Menjadi Sahabat Terbaik: Abu Bakar Ash-Shidiq

Selalu mendukung kebaikan yang dilakukan sahabatnya, Hijrah bersama, membela ketika dihina, rasa sepenanggungan. Setelah menerima hidayah Islam, alangkah semakin indahnya persahabatan mereka, saling bahu membahu melawan penolakan Islam, duka menjajal di awal masa dakwah dilalui mereka dengan penuh kenikmatan iman dan keyakinan akan ridho Allah. Bagi Nabi, perjuangan sulit itu ternyata begitu nikmat, ketika terdapat sahabat berbagi suka duka disampingnya. Dialah Abu Bakar Ash-Shiddiq, yang dijuluki sebagai Al-Atiq (yang suci).

Di lain waktu, setelah berkata jujur pengakuannya bahwa ia meyakini peristiwa Isra Mi`raj adalah bukan kebohongan, maka seketika marahlah orang-orang kafir Quraisy dan lantas mengeroyok memukuli Abu Bakr hingga pingsan. Digotong dengan lunglainya beliau ke rumahnya. Namun pertanyaannya pertama selepas sadar dari pingsannya adalah “bagaimana keadaan Rasululloh? Apakah beliau baik-baik saja?” Bukannya ia masih merasakan rasa sakit bertubi di sekujur tubuh karena pengeroyokan tersebut, malah kekhawatiran beliau teralih pada sahabat sekaligus Nabi mulianya.

Dalam taqdir Allah, bukanlah sembarang manusia yang dapat menjadi sahabat seorang manusia mulia utusan Allah, Nabi Muhammad. Seorang sahabat dengan sahabatnya seringkali kemiripan akhlaq, kemuliaan di sisi Allah. Abu Bakr menjadi terpilih untuk mendampingi sang Pilihan manusia bagi risalah agama-Nya. Terlebih lagi bukankah sahabat adalah pencuri tabiat? Barangsiapa yang berteman karib dengan seorang manusia, maka ia tak akan jauh berbeda sifat dengan sahabat yang ia akrabinya itu.

Beliau adalah sahabat terdekat Nabi, cintanya begitu besar pada rasululloh. Firasat qurani-nya muncul ketika turun wahyu Allah melalui Jibril, yakni al-Maidah ayat 3”.. pada hari ini telah Kusempurnakan agamamu untukmu dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu..” firasat abu Bakar berkata bahwa ini pertanda berakhirnya wahyu dan dekatnya kematian Sang Nabi. Itu artinya akan segeranya ia berpisah dari Sang Rasul sahabat yang dicintainya.

Peristiwa hijrah dan bersembunyi di gua tsur adalah momen bersejarah tentang betapa indahnya perpaduan keimanan dua hamba Allah, kecintaan dan pengorbanan dalam ikatan persahabatan, hingga Allah memaktubkan momen tersebut dengan sangat indah dalam surat At-Taubah ayat 40. Patrian ayat tersebut begitu indah dalam untaian kalimat bersastra yang penuh dengan sanjungan Allah mengenai dua hamba terbaik-Nya, Rasulullah dan Abu Bakar Ash-Shidiq. []