Julaibib. Pernahkah mengenalnya? Mereka sezamannya pun tak mengenal dan tak ingin mengenalnya. Nama yang tak biasa, tak lengkap tanpa nasab. Di saat usut keturunan menjadi pucuk kehormatan, Julaibib tak tahu dari rahim dan darah mana ia berasal. ketika orang memicingkan mata padanya dan mengusirnya yang pendek, bungkuk, hitam, fakir dan lusuh, Julaibib adalah nama yang selalu ada di hati Nabi.
Dulu, ia tidur beralas pasir, dan minum yang diciduk dari kolam umum dengan tangkupan kedua tangannya. Namun ketika tiba Islam menyapanya, jiwanya sejuk bernaungkan hidayah, seiring raganya hangat berselimutkan cinta Nabi di rumah kasih As-Suffah pinggir mesjid Nabawi.
Tiba satu masa, Nabi begitu paham bahwa Julaibib seorang lelaki yang berhajatkan pendamping hidup. “Tidak kah engkau ingin menikah, wahai Julaibib? berturut Nabi bertanya padanya tiga kali dalam tiga hari. berulang pula ia tersipu sungkan, adakah yang mengidamkan dirinya. Tapi ternyata ada seorang wanita salihah yang berbekal keimanan atas surat Al-Ahzab ayat tiga puluh enam. maka, menikahlah Julaibib dengan bidadari bumi tersebut atas berkahnya doa Nabi pada mereka berdua. Indah tak terperi hari itu bagi Julaibib.
Hari belum beranjak gelap. Julaibib belum genap menikmati malam, namun Allah berkehendak lain. bidadari syurga ternyata telah lama memendam rindu padanya. Panggilan jihad mengetuk setiap jiwa muslim Madinah. Pun Julaibib. maka ia meminta izin pada sang istri untuk undur pergi ke Uhud.
Selang setelah perang penuh pilu itu usai, mengantarkan banyak para jiwa suci ke haribaan Pemilik semesta. Di antara banyak nama-nama syuhada, Nabi terus rasa, mencari dan bertanya “Apakah kalian kehilangan seseorang?”. Berkali-kali, namun tak kunjung ada yang memahami rasa kehilangan beliau pada Julaibib.
Hingga ditemukanlah jasad yang dicari, terbunuh penuh luka. Dipangkunya jasad Julaibib oleh kedua tangan Nabi hingga beliau masuk berdiri dalam liang lahat. dengan menggenggam semua rasa atas perihnya pada Julaibib, sembari menitikkan airmata, kalimat agung Nabi terekam oleh para sahabat yang cemburu mendengarnya “Ya Allah, dia adalah bagian dari diriku, dan aku bagian dari dirinya.”
Julaibib, sosok kesayangan Nabi yang dirindukan penduduk langit. Nabi begitu menghormati bahkan menyayangi sosok yang justru dihinakan di dunia. Nabi tidak memandang jasad atau fisik Julaibib. Di saat manusia tak sedikitpun berkepentingan memperhatikan hidupnya, Julaibib adalah sesosok yang begitu dalam rangkulan cinta Nabi. Pantaslah Rabb pemilik semesta alam memuji Nabi, “wainnaka la`ala khuluqin adziim”. []