Parenting: Mulailah dari Dirimu Sendiri

SekolahDasar.Net

Oleh: Akram Misbah Utsman

Anak adalah mutiara kehidupan yang diamanatkan Allah kepada orang tua. Kehadirannya senantiasa memberi arti untuk menggores kanvas kehidupan mendatang. Sejatinya, anak adalah pemilik masa depan. Karenanya, ketepatan pendidikan dalam mengasah dan membentuk anak menjadi landasan utama terwujudnya masa depan nan gemilang.

Sebagai pengemban amanat, orang tua bertanggung jawab untuk membentuk kepribadian anak sejak masa tumbuh kembangnya, sebagaimana dilukiskan Rasulullah saw. dalam hadist Qudsi.

Allah Swt. berfirman, “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah. Orang tuanya-lah yang menentukan anak itu akan dijadikan orang Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (HR Bukhari).

Bentuk tanggung jawab orang tua salah satunya adalah memberikan keteladanan pada anak. Keteladanan memberikan pengaruh yang lebih besar dan kuat daripada ucapan dan nasihat. Sejarah Islam dipenuhi oleh para tokoh yang layak untuk dijadikan teladan, yang utama tentunya Nabi Muhammad saw. Keteladanan Nabi telah menjadikan para sahabat dan orang-orang setelahnya yang mengubah wajah sejarah, pelopor dalam bidang keilmuan, dakwah, jihad, perang, dan politik.

 “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (al-Ahzab: 21)

Seorang anak membutuhkan teladan yang baik, dan dia mengambil teladan dari orang tuanya atau dari para gurunya. Karena anak mempunyai kecenderungan untuk meniru dan mencontoh perilaku orang disukai, dan berusaha tampil seperti tokoh idolanya.

Abou Ela berkata, “Para pemuda kita tumbuh dan berkembang sesuai dengan apa yang dibiasakan oleh bapaknya. Kewajiban orang tua adalah mengajarkan anak untuk mencintai Nabi, juga para sahabatnya, dan memberikan berbagai contoh kepada mereka tentang kebenaran dan keadilan Islam yang telah diabadikan dalam sejarah.”

Umar bin Khattab r.a. sebelum memberikan suatu perintah atau larangan kepada umat, maka ia terlebih dahulu mengumpulkan keluarganya dan berkata, “Amma ba’du, sesungguhnya aku akan mengajak orang-orang untuk melakukan ini-itu, atau melarang mereka dari perbuat ini dan itu, dan aku bersumpah atas nama Allah Yang Mulia bahwa tidak ada satu orang pun dari kalian yang dilaporkan kepadaku bahwa dia melakukan perbuatan yang aku larang pada orang-orang atau meninggalkan perbuatan yang aku perintahkan manusia untuk melakukannya, kecuali kalian akan aku timpakan siksa yang amat pedih.”

Seorang pendidik adalah teladan yang dijadikan panutan bagi orang yang hidup di sekelilingnya, selalu diperhatikan semua tingkah lakunya, dan selalu didengar setiap perkataannya, maka dia harus memperhatikan perbuatannya sebelum memberikan nasihat dan himbauan kepada orang lain. Perbuatan harus sesuai dengan perkataan, sebagaimana peringatan dalam Al-Qur’an, “Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat.” (ash-Shaff: 2).

Orang tua tidak dapat mengajak anak-anaknya untuk menjauh dari teman-temannya yang tidak baik, jika dia sendiri berkawan dengan orang-orang yang memiliki sifat yang sama dengan teman-teman anaknya. Atau orang tua memerintahkan anaknya untuk mandiri, sedangkan dia masih tergantung pada orang lain dalam melakukan suatu pekerjaan, dan menampakkan kelelahan dan ketidakmampuannya di hadapan anaknya.

Seorang ulama, Umar bin Utbah sangat berhati-hati dalam memilih guru bagi anak-anaknya, sehingga menulis surat bagi guru anaknya: “Semoga yang pertama engkau lakukan dalam rangka memperbaiki anakku adalah memperbaiki dirimu sendiri, karena mata mereka selalu memperhatikan dirimu, dan kebaikan yang mereka dapatkan adalah karena hasil didikanmu, dan keburukan yang mereka peroleh itu karena hasil pengaruh dirimu.”

Imam Al-Ghazali menasihati seorang pendidik agar jangan sampai kelakuannya bertentangan dengan perkataannya. Pendidik adalah teladan yang memberi pengaruh, jejak perbuatannya senantiasa diikuti anak didiknya. Seperti bait-bait syair Abil Aswad ad-Da’uli:

Wahai sang pendidik yang mendidik orang
Bagaimana bisa dirimu menjadi pendidik
Engkau memberikan obat bagi orang yang sakit
Dan orang yang merintih agar sembuh, sedangkan engkau juga sakit
Dan kami lihat engkau membna akal kami
Mulailah dari dirimu karena akalmu tidak terbina
Mulailah dari dirimu dan hilangkan sifat burukmu
Jika engkau sudah menghilangkan sifat burukmu, maka engkau dapat menjadi orang bijaksana.
[]