Oleh: Akram Misbah Utsman
Tidak jarang dijumpai ada sebagian anak yang terlihat lemah atau tidak mampu untuk melakukan beberapa pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Di sisi lain para orang tua sering mengandalkan pukulan untuk membiasakan anak agar mampu melaksanakan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Bahkan tidak jarang pukulan pada anak semata menumpahkan kemarahan yang menggumpal di dada orang tua, sekaligus untuk mengeluarkan berbagai beban persoalan yang tidak terkait langsung dengan anak.
Barangkali para orang tua tidak menyadari bahwa pukulan dapat menyebabkan hancurnya mental anak. Rasa terancam dan ketakutan akan menghinggapi diri anak atas perlakuan kasar orang tuanya. Dapat muncul pada diri anak, rasa marah, bahkan kebencian pada orang tuanya, sehingga bisa saja timbul keinginan untuk membalas dendam, juga rasa ingin mengucilkan diri dari keluarga dan masyarakat. Ketidakstabilan pada psikis anak karena rasa tertekan dan ketakutan (traumatik) dapat menyebabkan berbagai masalah psikologis, seperti tidak bisa mengontrol buang air kecil, kleptomania, suka berbohong, dan sebagainya.
Penelitian dari Universitas New Hamsphire, Inggris menyebut bahwa para pelajar yang banyak mendapat tindakan pemukulan di rumahnya dapat menurunkan kemampuan berpikir, membaca, dan menghitung, sedangkan yang tidak pernah mendapatkan kekekerasan fisik mendapatkan hasil yang lebih bagus pada tiga bidang tersebut.
Seorang pendidik salah jika dia berkeyakinan bahwa dengan cara kekerasan dan pukulan dapat mendidik generasi yang mempunyai kemampuan untuk memikul tanggung jawab. Justru dengan perlakuan kasar, dapat merusak kekuatan psikologis anak yang paling penting. Dampak buruk perlakuan kasar orang tua pada anak, diantaranya yaitu.
Penakut. Anak dapat merasa takut kepada orang tua. Hubungan harmonis anak dan orang tua akan rusak, karena anak cenderung pendiam dan selalu menghindar dari orang tuanya sendiri.
Peragu. Anak menjadi kurang percaya diri, selalu ragu-ragu, dan tidak mempunyai kemampuan untuk menentukan keputusan, bahkan sampai anak berusia dewasa.
Asosial. Anak akan merasa terkucil dan tidak mempunyai kemampuan untuk membina hubungan interpersonal dengan orang lain. Anak cenderung tertutup, mengucilkan diri dari orang lain, dan bersikap minder dalam berinteraksi dengan teman-temannya.
Memberikan hukuman secara fisik merupakan cara yang tidak sesuai karena tidak menghargai kesucian (fitrah) manusia yang telah dimuliakan oleh Allah Swt, dimana dalam firman-Nya,
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu, karena mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (al-Ahzab: 72).
Metode pendidikan dengan menggunakan pukulan yang dimaksudkan untuk mendidik, merupakan suatu tanda kegagalan dalam menemukan cara yang sesuai untuk mempengaruhi dan memperbaiki sikap anak. Ath-Thuwaibi (1992) mengisyaratkan bahwa menghukum anak dengan cara yang tidak benar—menggunakan kekerasan fisik—menjadikan anak merasa tidak dihargai dan tidak sederajat dengan orang dewasa dalam hak-hak asasi manusia.
Riset yang dilakukan oleh jurnal Waladi terhadap para pelajar tingkat SMA di Kuwait, memberikan hasil sebagai berikut.
1) Pemukulan terhadap anak memberikan pengaruh signifikan pada psikologis anak, dan mempunyai kekuatan untuk menumbuhkan rasa kebencian anak terhadap orang tua. Secara kuantitatif menyebut sebanyak 39 persen responden merasakan kebencian terhadap orang tua, dan sebesar 40 persen merasa takut kepada orang tua, sedangkan yang merasa cinta dan hormat terhadap kedua orang tuanya ketika dipukul hanya sebesar 21 persen responden.
2) Sebesar 39 persen reseponden menyebut bahwa yang memukul mereka adalah ayahnya, sedangkan 57 persen menyatakan bahwa yang melakukan pemukulan adalah ibunya.
3) Sebanyak 88 persen responden menyatakan menolak bahwa hukuman dengan pemukulan sebagai cara yang benar, dan bukan cara sesuai dalam upaya preventif memperbaiki sikap anak.
Berbagai riset yang dilakukan Skinner mencapai suatu kesimpulan bahwa memberikan hukuman dengan kekerasan menyebabkan mengendapnya tingkah laku buruk anak, dan tidak menjadi penyebab hilangnya perilaku buruk tersebut. Justru, sikap buruk itu semakin mengkristal dan berkesinampungan pada orang yang dihukum.
Martin Hoffman dari Universitas Michigan menilai bahwa penggunaan cara-cara kekerasan terhadap anak, khususnya menggunakan hukuman fisik dapat menghambat pencapaian anak pada fase kematangan dalam sosial dan moral. Sebaliknya, penggunaan rasio dan permainan logika diyakini dapat meningkatkan kemampuan anak untuk mencapai kematangan sosial dan moral. Apalagi jika orang tua selalu menunjukkan rasa kasih sayang terhadap anaknya.
Hukuman dengan kekerasan fisik tidak dapat memperbaiki sikap anak, sebaliknya motivasi dan memberikan hadiah (reward) dapat melahirkan rasa percaya diri, dan mendorong anak untuk membiasakan diri berperilaku yang baik. Rasulullah dalam rangka ikut memeriahkan aktivitas anak-anak menggunakan cara memberi hadiah kepada mereka, beliau bersabda, “Barangsiapa yang ikut lomba, dia akan mendapat hadiah ini”, maka anak-anak pun semangat mengikuti lomba dengan aturan-aturan permainan yang dipahami anak. Sikap bersahabat Rasulullah membuat anak-anak merasa nyaman, dan beliau pun tidak segan-segan untuk mencium dan memberikan hadiah yang dijanjikan.
Menghindari penggunaan kekerasan bukan berarti menghindar dan abai atau tidak peduli terhadap kesalahan anak. Orang tua dapat memilih cara-cara halus dan tetap fokus untuk memperbaiki kesalahan anak. Misal, jika anak melakukan perbuatan salah dan menyembunyikan kesalahan itu dari orang tuanya, sementara orang tua mengetahui hal itu, maka orang tua sebaiknya tetap bersikap seakan-akan tidak tahu. Orang tua agar berusaha menggunakan cara-cara halus dalam mengarahkan anak, seperti menceritakan suatu kisah yang berkaitan dengan perilaku anak saat itu, agar anak dapat mengambil hikmah dari kisah tersebut.
Memberlakukan hukuman negatif pada anak, hanya akan menjadikan anak tidak mampu untuk memikul tanggung jawab ketika dewasa. Demikian juga halnya ketidakpedulian orang tua pada kesalahan anak juga menghasilkan dampak yang sama seperti hukuman yang negatif.
Tanggung jawab orang tua terhadap anak menuntut ketegasan bukan kekerasan, dan yang dibutuhkan adalah adanya batasan-batasan dan peraturan orang tua yang dapat membantu anak untuk mengkondisikan dirinya, dan beradaptasi dengan lingkungan sosialnya, yang akan menciptakan kestabilan dan kesehatan psikologis bagi anak. []