Oleh: Akram Misbah Utsman
Kepercayaan diri berkaitan erat dengan perasaan bahagia yang dirasakan oleh anak, dan kebahagiaan itu sendiri terletak pada perasaan aman dan tenang. Ketika anak kehilangan rasa percaya diri, maka dia mudah untuk terombang-ambing, dan selalu merasa bahwa orang-orang selalu mengawasi dan melecehkannya. Selain itu, anak yang tidak percaya diri, selalu mempunyai perasaan rendah diri, tidak setara dengan orang lain, peragu, malu berlebihan, tidak mempunyai keberanian untuk menghadapi manusia, cenderung untuk bersembunyi, dan mengucilkan diri dari lingkungan sekitarnya. Karena anak merasa bahwa kemampuan dan potensi dirinya rendah, maka membuatnya selalu tergantung kepada orang tua, saudara, atau teman-temannya.
Anak yang tidak percaya diri diliputi kekhawatiran akan kegagalan dalam melakukan suatu tugas. Sekecil apapun tugas itu akan selalu menghantuinya, akibatnya dia akan lari dari tanggung jawab, sehingga anak tidak mampu menghadapi berbagai persoalan yang menghadangnya, bahkan langsung mengundurkan diri dari berbagai tugas/pekerjaan yang ditawarkan kepadanya.
Berbagai pengalaman yang dilalui anak dalam tahun-tahun kehidupannya mempunyai pengaruh kuat pada kepribadiannya. Suatu hasil riset dan survei menyebut bahwa tidak terpenuhinya kebutuhan psikis anak dalam bentuk rasa cinta dan kasih sayang, dan kebutuhan fisik atau material anak, dapat menjadikan anak kehilangan rasa percaya diri. Begitu juga menghalang-halangi anak dan remaja menunjukkan jati dirinya, dapat menjadikannya kehilangan rasa kepercayaan terhadap dirinya.
Berkaitan dengan ini, Zainab Ridhwan dari Universitas Kairo mengatakan, “Kepercayaan diri yang rendah mempunyai pengaruh yang besar pada kepribadian anak, menjadikannya terkucil, takut berhadapan dengan orang lain, dan tidak dapat bergaul dengan baik, serta tidak dapat meninggalkan kesan yang bagus bagi orang lain. Maka, ketika dewasa, dia akan kehilangan berbagai haknya dengan mudah. Untuk mengatasi hal ini, anak sedini mungkin dibiasakan untuk berani. Oleh Karena itu, Islam mengajarkan anak-anak berenang, memanah, dan menunggang kuda, karena semua kegiatan tersebut dapat membentuk jiwa anak untuk berani dan bisa mengambil keputusan.”
Rasa percaya diri yang dimiliki oleh seseorang dapat juga dikategorikan sebagai sehatnya jiwa orang tersebut. Kesehatan jiwa berguna untuk memunculkan perasaan bahagia, positif, dan perasaan puas dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Orang yang tidak memiliki rasa kepercayaan diri cenderung membangun benteng untuk melindungi dirinya dari orang lain. Cara berpikir dan tingkah laku orang tersebut selalu dikendalikan oleh imajinasi dan fantasi yang negatif.
Syarbini (1994) mengisyaratkan bahwa anak yang tidak mempunyai rasa aman dan ketenangan, tidak mempunyai keinginan untuk bergaul dengan orang lain. Keberadaan orang lain di sekelilingnya mengingatkan dia akan rasa malunya. Barangkali dia takut keberadaannya menimbulkan kritikan terhadap tingkah laku negatif yang tidak biasa orang lain lihat. Kritikan yang cenderung menyalahkan dari teman-temannya atau orang dewasa yang dilontarkan kepadanya, dapat menjadikan anak kehilangan rasa aman. Celaan yang dilontarkan oleh orang tua terhadap anak juga berperan dalam menambah rasa bersalah dan rasa malu anak.
Kritikan dari orang lain bisa timbul karena kegagalan anak dalam menyelesaikan tugasnya, barangkali ini dipicu oleh beban tugas yang melebihi kemampuan anak. Kritikan yang tidak tepat, bahkan cenderung menyalahkan dapat menjadikan mental anak jatuh, sehingga anak dapat kehilangan kepercayaan dirinya. Oleh karena itu pemberian tugas/pekerjaan dan tanggung jawab pada anak harus disesuaikan dengan kemampuannya. Pemberian pekerjaan yang melebihi kemampuan anak, cenderung untuk menemui kegagalan. Hal ini sebagaimana implementasi firman Allah Swt.
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (al-Baqarah: 286).
Pendidikan yang benar adalah pendidikan yang dapat memunculkan kepercayaan diri pada anak. Pendidikan yang menghadirkan perlakuan adil, sehingga anak merasa hak-haknya diberikan setara dengan yang lain. Sebagaimana anak juga harus melaksanakan kewajiban dan diberikan kesempatan untuk unjuk kebolehannya, dan diberikan apresiasi yang tepat atas setiap tugas/pekerjaan yang telah dilakukan, sehingga kebutuhan material, psikologis, dan sosialnya dapat terpenuhi. Dengan demikian, anak merasa mampu untuk berbaur dan beradaptasi dengan orang lain.
Ketika anak diberikan kesempatan untuk melakukan suatu pekerjaan atau kegiatan, maka anak merasa bahwa keberadaannya diakui oleh orang tuanya. Sebaliknya, anak yang tidak diberikan kepercayaan oleh orang tuanya, cenderung untuk mempunyai perasaan bahwa dirinya tidak memberikan manfaat dan pengaruh bagi orang tuanya. Oleh karena itu, menanamkan dalam benak anak perasaan bahwa dirinya sangat berarti akan menghadirkan rasa kepercayaan diri dan penghargaan pada dirinya sendiri. []