Oleh: Akram Misbah Utsman
Hak anak paling mendasar adalah hak kemandirian. Mengulurkan bantuan kepada anak bukan berarti memenuhi segala kebutuhannya. Bantuan yang sebenarnya adalah berupa pembinaan orang tua terhadap jiwa tanggung jawab dalam diri anak, memunculkan pribadi otentik anak, membangun rasa percaya diri, dan memotivasi anak untuk mengambil keputusan yang tepat atas berbagai persoalan yang menyangkut kepentingan dan masa depan anak.
Anak tidak menyukai pendiktean dan nasihat langsung, karena cara tersebut dianggap suatu usaha untuk mematikan keinginan dan campur tangan terhadap kehidupan pribadi anak. Jika orang tua ingin memberikan pengertian kepada anak dan memberikan pelajaran mengenai pengalaman hidup, maka hendaknya menggunakan cara meyakinkan, bukan cara paksaan, apalagi menggunakan kekerasan. Cara penggunaan logika dan saling menghormati akan menimbulkan rasa mau menerima, sehingga muncul pada anak rasa tenang. Pelibatan anak pada suatu keputusan akan membuatnya merasa bernilai dan berasa keberadaaan berharga di sisi orang tua.
Rasa kasih sayang, keamanan, dan ketenangan yang diberikan orang tua, menimbulkan rasa tentram pada anak, sehingga muncul ketidakraguan dalam diri anak untuk mampu mengungkapkan banyak hal yang anak rasakan dalam dirinya. Manakala anak melihat bahwa keluarganya selalu siap untuk mendengarkan berbagai keluhannya, maka anak terdorong untuk mendiskusikan berbagai persoalan yang dia hadapi. Jika orang tua selalu berusaha untuk menjadi teman bagi anaknya, dan berusaha menyempatkan waktu untuk menemani anak bermain, berdiskusi, dan ikut serta dalam berbagai kegiatan yang disukai anak, maka akan memberi pengaruh positif bagi usaha orang tua sendiri dalam menghadirkan suasana yang diliputi cinta, kasih sayang, dan ketentraman dalam rumah tangga.
Anak tidak hanya membutuhkan cinta dan kasih sayang orang tua, tetapi membutuhkan juga rasa perhatian, penghargaan, dan respek dari orang sekitarnya. Anak jangan dipandang sebagai pribadi lemah yang berjalan di bawah bayang-bayang orang tuanya, karena anak juga seorang manusia yang mempunyai keinginan, perasaan, dan pemikiran sendiri.
Anak dapat menjadi pribadi yang keras dan pembangkang, jika harus dipaksa menerima pandangan orang lain. Untuk itu berikan kesempatan pada anak untuk mengungkapkan sudut pandang dan sikapnya. Anak hidup di zaman yang berbeda dengan orang tuanya, maka tentu kondisi dan situasi dunia yang dihadapi anak akan berbeda dengan kondisi dan situasi dunia orang tuanya dahulu. Maka, didiklah anak sesuai dengan zamannya, sebagaimana sabda Rasulullah Saw yang disampaikan oleh Umar ra: “Ajarilah anak-anakmu sesuai dengan zamannya, karena mereka hidup di zaman mereka bukan pada zamanmu. Sesungguhnya mereka diciptakan untuk zamannya, sedangkan kalian diciptakan untuk zaman kalian”.
Kehidupan anak mempunyai berbagai keistimewaan, karakteristik, dan kebutuhan yang berbeda dengan zaman orang tuanya dan zaman-zaman sebelumnya. Orang tua tidak dapat menyamakan kondisinya dahulu dengan kondisi anaknya sekarang. Misalnya, anak diceritakan kesusahan berangkat sekolah karena harus berjalan kali puluhan kilometer jauhnya, atau berbagai kesulitan lainnya untuk mendapatkan makanan. Hal-hal seperti itu tidak mendapat tempat dan perhatian anak, jika pikiran dan perasaan anak tidak terbuka, karena penyampaian cerita tersebut hanya untuk memaksa anak menuruti jalan pikiran dan kehendak orang tuanya.
Untuk mendapat perhatian anak, orang tua bisa menggunakan metode diskusi dan persuasi, bukan dengan kekerasan dan kekuatan. Cara perlahan-lahan merupakan cara yang tepat untuk mencapai target yang diharapkan. Banyak kesempatan yang akan terlewatkan dengan percuma, jika para orang tua tidak menggunakan cara yang benar dalam memberikan bantuan dan pertolongan pada anak-anaknya.
Kesempatan untuk mewujudkan dan menghormati kepribadian anak masih terbuka bagi orang tua, selama orang tua dapat bersikap bijaksana dalam berinteraksi dengan anak. Sikap selalu menyalahkan anak, meremehkan pendapatnya, dan mengabaikannya dapat berakibat fatal bagi anak. Marilah para orang tua memberikan anak kebebasan dalam melaksanakan dan mengejarkan hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan anak sendiri, sehingga anak mampu bersikap mandiri dalam mengambil berbagai keputusan yang dianggap tepat, dan kemudian diiringi dengan tingkah laku lurus dan sikap yang benar. Ingatlah anak bukan bayang-bayang, apalagi hanya menjadi ekor bagi orang tuanya. []